
Komisi Pemilihan Umum Kota Pekalongan Menyiapkan Reformasi Birokrasi Sebagai Pelaksanaan Program (LANJUTAN)
LANJUTAN :
Permasalahan Kritis Terkait Program Reformasi Birokrasi
1) Mental Aparatur.
Salah satu sumber permasalahan birokrasi adalah perilaku negatif yang ditunjukkan dan dipraktikan oleh aparat birokrasi. Perilaku ini mendorong terciptanya citra negatif birokrasi. Birokrasi dipandang lambat, berbelit-belit, tidak inovatif, tidak peka, inkonsisten, malas, feodal, yang penting dilaksanakan/jalan, hanya untuk menggugurkan kewajiban, hanya untuk memenuhi permintaan KPU Provinsi atau KPU RI, biasanya seperti itu/membenarkan kebiasaan, tidak membiasakan kebenaran dan lainnya. Karena itu, mental model/perilaku aparatur seperti ini harus menjadi fokus perubahan reformasi birokrasi. Perubahan mental model/perilaku aparatur diharapkan akan mendorong terciptanya budaya kerja positif yang kondusif bagi terciptanya birokrasi yang bersih dan akuntabel, efektif dan efisien serta mampu memberikan pelayanan yang berkualitas. Perubahan mental aparatur tidak dapat dilakukan secara mandiri tetapi juga harus didukung dengan komitmen seluruh aparatur birokrasi dan perubahan pada sistem lain yang memberikan batasan, aturan serta rambu-rambu yang memberikan arahan bagi setiap birokrat agar berperilaku positif. Perubahan sistem ini menyangkut perubahan pada sistem pengawasan, sistem akuntabilitas, sistem kelembagaan, sistem tatalaksana, sistem manajemen SDM, sistem peraturan perundang-undangan dan sistem manajemen pelayanan;
2) Pengawasan
Berbagai penyimpangan yang terjadi dalam birokrasi salah satu penyebabnya adalah lemahnya sistem pengawasan. Kelemahan sistem pengawasan mendorong tumbuhnya perilaku koruptif atau perilaku negatif lainnya yang semakin lama semakin menjadi sehingga berubah menjadi sebuah kebiasaan, sebagai contoh hal yang sering dianggap sepele adalah perilaku korupsi waktu; datang terlambat tanpa mengganti waktu keterlambatan dengan menambah jam kerja, pulang lebih cepat, datang ke kantor hanya duduk dan memainkan gadget sehingga menjadi tidak produktif. Karena itu perubahan perilaku koruptif aparatur harus pula diarahkan melalui perubahan atau penguatan sistem pengawasan;
3) Akuntabilitas
Kemampuan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan berbagai sumber yang diberikan kepadanya bagi kemanfaatan publik seringkali menjadi pertanyaan masyarakat. Pemerintah dipandang belum mampu menunjukkan kinerja melalui pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang mampu menghasilkan outcome (hasil yang bermanfaat) bagi masyarakat. Karena itu, perlu diperkuat penerapan sistem akuntabilitas yang dapat mendorong birokrasi lebih berkinerja dan mampu mempertanggungjawabkan kinerjanya sesuai dengan segala sumber-sumber yang dipergunakannya;
4) Kelembagaan
Kelembagaan pemerintah dipandang belum berjalan secara efektif dan efisien.Struktur yang terlalu gemuk dan memiliki banyak hierarki menyebabkan timbulnya proses yang berbelit, kelambatan pelayanan dan pengambilan keputusan, dan akhirnya menciptakan budaya feodal pada aparatur. Karena itu, perubahan pada sistem kelembagaan akan mendorong efisiensi, efektivitas dan percepatan proses pelayanan dan pengambilan keputusan dalam birokrasi. Perubahan pada sistem kelembagaan diharapkan akan dapat mendorong terciptanya budaya/perilaku yang lebih kondusif dalam upaya mewujudkan birokrasi yang efektif dan efisien;
5) Tatalaksana
Kejelasan proses tatakerja/tatalaksana dalam instansi pemerintah juga sering menjadi kendala penyelenggaraan pemerintahan. Berbagai hal yang seharusnya dapat dilakukan secara cepat seringkali harus berjalan tanpa proses yang pasti karena tidak terdapat sistem tatalaksana yang baik. Hal ini kemudian mendorong terciptanya perilaku hierarkis, feodal dan kurang kreatif pada birokrat/aparatur. Karena itu, perubahan pada sistem tatalaksana sangat diperlukan dalam rangka mendorong efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan, sekaligus juga untuk merubah mental aparatur;
6) Sumber Daya Manusia/Personalia
Perilaku aparatur sangat dipengaruhi oleh bagaimana setiap instansi pemerintah menerapkan sistem manajemen SDM di instansinya masing-masing dan bagaimana Sistem Manajemen SDM diterapkan secara baik dan konsisten. Sistem manajemen SDM yang tidak diterapkan dengan baik mulai dari perencanaan pegawai, pengadaan, pola karier hingga pemberhentian akan memberikan pengaruh pada penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan. Karena itu, perubahan harus selalu dilakukan untuk memperoleh sistem manajemen SDM yang mampu menghasilkan pegawai-pegawai yang profesional;
7) Peraturan /Regulasi
Permasalahan lain yang menjadi faktor penyebab munculnya perilaku negatif aparatur adalah peraturan atau regulasi yang tumpang tindih, disharmonis, dapat diinterpretasi berbeda atau sengaja dibuat tidak jelas untuk membuka kemungkinan penyimpangan. Kondisi seperti ini seringkali dimanfaatkan oleh aparatur untuk kepentingan pribadi yang dapat merugikan negara. Karena itu, perlu dilakukan perubahan/penguatan terhadap sistem peraturan atau regulasi yang lebih efektif dan menyentuh kebutuhan masyarakat;
8) Pelayanan Publik
Pelayanan publik merupakan aspek lain yang selalu menjadi sorotan masyarakat. Penerapan sistem manajemen pelayanan belum sepenuhnya mampu mendorong peningkatan kualitas pelayanan, yang lebih cepat, murah, berkekuatan hukum, nyaman, aman, jelas dan terjangkau serta menjaga profesionalisme para petugas pelayanan. Karena itu, perlu dilakukan penguatan terhadap sistem manajemen pelayanan publik agar mampu mendorong perubahan profesionalisme para penyedia pelayanan serta peningkatkan kualitas pelayanan.
Langkah – Langkah Pembenahan Terkait Reformasi Birokrasi
Berbagai hal yang dapat menjadi kelemahan birokrasi yang dihadapi Komisi Pemilihan Umum tersebut diatas perlu dibenahi melalui program reformasi birokrasi yang secara lengkap perlu diuraikan dalam konsolidasi rencana aksi program dan kegiatan yang dapat dilaksanakan dan perlu ditindaklanjuti dengan perubahan Dokumen Rencana Strategis pada Komisi Pemilihan Umum Kota Pekalongan. Komisi Pemilihan Umum Kota Pekalongan perlu melaksanakan program/kegiatan yang akan dicanangkan atau ditetapkan sebagai Program Reformasi Birokrasi di Komisi Pemilihan Umum Kota Pekalongan. Program dan kegiatan reformasi birokrasi selanjutnya perlu di uraikan lebih lanjut secara terperinci sesuai bidang tugas/tupoksi dari masing-masing Tim Pelaksana Kegiatan Reformasi Birokrasi yang harus dibentuk. Sejalan dengan permasalahan yang saat ini dihadapi, maka KPU Kota Pekalongan perlu membuatprioritas/menekankan dapat dilaksanakan dengan segera atau dapat melaksanakan dengan menyusun tahapan pelaksanaan program dan kegiatan dalam 1 tahunan, 2 tahunan sampai dengan 5 tahunan sesuai dengan masa Rencana Strategis yang ditetapkan untuk masa lima tahun.
Area perubahan yangdilaksanakan sebagai program prioritas sehingga perlu mendapat perhatian khusus sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya yaitu:
1. Penataan dan Penguatan Organisasi,
2. Penataan Tata Laksana,
3. Penguatan Sistem Manajemen SDM Aparatur,
4. Pengawasan,
5. PenguatanAkuntabilitas Kinerja,
6. Penguatan Kualitas Pelayanan Publik,
7. penataan peraturan perundang – undangan serta
8. Perubahan pola pikir dan budaya kerja.
Sebagai organisasi publik, Komisi Pemilihan Umum Kota Pekalongan tentu tidak lepas dari perubahan, baik dalam lingkup internal organisasi maupun perubahan yang terjadi di luar lingkup organisasi yang membawa dampak baik positif bahkan negatif bagi organisasi. Bagaimana perubahan ini dapat dikelola untuk sebesar-besar kemaslahatan organisasi, sehingga seburuk apapun dampak perubahan bagi organisasi, maka organisasi mampu mengantisipasinya. Atau bahkan dari cara pandang yang lebih positif, bagaimana organisasi mengelola perubahan menjadi suatu yang bermanfaatbagi organisasi, dan bagaimana organisasi mampu membentuk masa depan (shaping the future) bagi organisasi itu sendiri, maka Komisi Pemilihan Umum Kota Pekalonganpun harus mampu mengelola konsep perubahan tersebut. Demikian juga para anggota organisasinya – yaitu seluruh Sumber Daya Manusia/personalia yang ada, harus pula mampu mengelola perubahan ke arah yang positif.
Semua kondisi saat ini yang kurang sesuai dengan perkembangan lingkungan strategis, semestinya perlu diubah (secara aktif) ke arah yang lebih baik. Perlu disadari bahwa, besarnya eskalasi perubahan di Komisi Pemilihan Umum, menyebabkan diperlukannya kesiapan Satuan Kerja KPU untuk berubah. Sesuai instruksi dari KPU RI berdasarkan surat nomor : 1368/SJ/X/2016 tanggal 28 Oktober 2016 tentang Pembentukan Tim Refomasi Birokrasi dan Tim Agen Perubahan di Lingkungan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota maka KPU Kota Pekalongan sudah harus bertekad untuk melaksanakan reformasi birokrasi secara paripurna, komitmen pimpinan dan seluruh SDM yang ada di KPU, dapat mencerminkan dari komitmen kesiapan melaksanakan reformasi birokrasi dari KPU sebagai instansi pemerintah itu sendiri. Selanjutnya untuk menyiapkan strategi manajemen perubahan perlu dilakukan identifikasi stakeholder yang terkena dampak perubahan. Strategi manajemen perubahan akan dijalankan oleh masing-masing agents of change, yang akan diidentifikasi dan ditunjuk berdasarkan kriteria tertentu setelah Tim Reformasi Birokrasi dibentuk untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya, selanjutnya penetapan agents of change oleh KPU dilakukan dengan Surat Keputusan Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Pekalongan.
Sugeng Haryadi, S.STP#2019